SOPIR

Dulu ketika di SMA, punya bayangan bahwa nanti kalau lulus sarjana, pasti dapat pekerjaan yang bagus dan pasti mobil akan terbeli. Maklum karena SMA ku berada dikota kecil sehingga wawasanku menjadi tidak seluas orang kota besar. Beberapa tahun kemudian ternyata bayanganku dulu menjadi lenyap seketika.

Ketika awal perkawinan, mobilpun menjadi diskusi penting dengan sang istri, yaitu ketika merencanakan apakah membeli rumah atau mobil dulu. Karena kami adalah pegawai dan bukan bussinesman maka diputuskan bahwa mobil bukanlah merupakan kebutuhan utama. Akhirnya sang mobil baru hadir di Carport kami setelah anak berumur 3 tahun.

Tentu saja ini menimbulkan heboh dirumah, terutama anakku. Sore itu juga ia minta jalan- jalan dengan menggunakan mobil baru (tapi bekas), dan tak ketinggalan istri dan pembantupun ikut melancong mengitari kompleks. Acara menyuap anak yang biasanya didalam rumah atau ditaman komplek, juga pindah kedalam mobil, karena begitulah kemauan sang anak. Beberapa kali aku terima pengaduan istriku bahwa mobil “baru”ku menjadi tempat main anakku dan anak tetangga. Wah ….wah..

Untunglah hiruk pikuk itu hilang dengan sendirinya setelah 2 minggu.

Punya mobil di Jakarta memang enak, pertama; karena untuk pulang pergi kantor, terasa lebih nyaman dibandingkan kepanasan dan kehujanan naik motor atau naik kendaraan umum yang berdesak desakan serta dengan aroma yang campur aduk. Kedua; Bisa mengurangi ongkos taxi khususnya kalau ada kondangan atau acara khusus yang dipandang (karena gengsi) tidak pantas menggunakan motor maupun bus kota. Ketiga; Melatih kesabaran.

Memang nyopir di Jakarta memerlukan kesabaran yang luar biasa. Contohnya sedang ngantri dijalan karena macet, tiba tiba dari jalur sebelah kanan memotong mobil sambil memasukkan moncongnya diantara mobil kita dan mobil didepan kita. Karena ini kejadian harian maka kalau ingin kulit muka tidak cepat keriput hadapilah dengan senyum.

Pada suatu saat kita berhenti didepan pintu kereta, karena lampu merah sudah menyala serta bunyi ..ning…nong…ning…nong memekakkan telinga. Tiba tiba kaca belakang mobil digedor gedor orang, ketika nengok kebelakang seorang kernet metromini menyuruh kita untuk menerobos pintu kereta yang mulai bergerak turun, Huh …..memangnya….kalau mobil disambar kereta, apa dia mau melayat kita …?.

Tapi nyopir di Jakarta juga ada humornya, contohnya seperti yang kualami dibawah ini.

Bertahun tahun aku selalu melewati perapatan dekat kantor, dijalur tengah selalu ada pengemis renta dan lumpuh yang menimbulkan iba bagi pengemudi yang melewatinya sehingga rasa iba itu diwujudkan dengan melempar koin ratusan atau ribuan kepadanya, tak ketinggalan akupun sering merogoh recehanan untuk pengemis lumpuh yang selalu merangkak rangkak itu.

Pada suatu hari aku pulang jam 10.00 malam karena lembur, seperti biasa aku terkena lampu merah diprapatan itu, keadaan sudah sepi tidak ada pengemis.

Ketika aku mengarahkan pandanganku ketukang rokok dipinggir jalan, kuperhatikan seorang laki laki yang wajahnya sangat aku kenal tapi aku lupa siapa dan dimana ?. Dia berpakaian rapih, berdiri dengan tegap sedang bersenda gurau dengan tukang rokok. Kuperas ingatanku untuk mengingatnya …… dan astaga, aku terkejut bukan main ……… ternyata orang itu adalah pengemis lumpuh yang tiap hari kujumpai itu. Ternyata dia bisa berpakaian necis …. dan … tidak lumpuh. Jadi selama beberapa tahun ini saya tertipu oleh actingnya . Dan ini semua kuanggap sebagi humor dibelantara rimba Jakarta.

Punya mobil juga membuat orang tuaku kerepotan, karena harus membongkar dan melebarkan pintu pagarnya, untuk memberi tempat agar mobilku bisa masuk kepekarangan depan rumahanya ketika pulang mudik dikampung halaman.

Teman mainku waktu kecil yang mempunyai nasib kurang beruntung dan bekerja sebagai tukang becak dikotaku juga mendapat tambahan penghasilan jika aku pulang kampung. Pagi hari dia sudah datang kerumah orang tuaku dengan membawa ember dan lap untuk membersihkan mobilku tanpa disuruh, dan kesempatan ini kugunakan untuk berbagi rejeki kepadanya. Ketika terakhir aku pulang kampung, tidak lagi kujumpai kawanku yang biasa membersihkan mobilku, dan setelah kutanyakan kepada orang tuaku ternyata temanku itu sudah meninggal setahun yang lalu ….Innalillahi wainalillahi rojiun ..

Dalam perjalanannya kami beberapa kali ganti mobil, baik yang membeli angsuran sampai cash, baik bikinan Jepang maupun Eropah, baik mobil dinas maupun mobil pribadi, baik mobil bekas maupun baru, baik yang automatic maupun yang manual, baik yang minibus maupun yang sedan, baik yang mobil ombreng sampai mobil yang agak lumayan.

Namun karena kami mempunyai kesukaan melakukan perjalanan wisata dengan perjalanan darat maka kebutuhan akan mobil dengan kapasitas banyak menjadi kebutuhan utama, sehingga kami tidak bisa meninggalkan mobil jenis ini sampai anak2 mberangkat remaja.

Nyopir di Jakarta tidak sama dengan nyopir di Bali (Denpasar kota tidak termasuk), disana kita bisa menikmati nyopir sambil menikmati keindahan alam, penduduk dan bunga bunganya. Beda pula kalau kita melintasi jalur pantai utara Jawa (pantura) pada malam hari, kita harus siap memasuki arena balap bus, baik dari arah Jakarta atau menuju Jakarta, salah salah mobil kita, bisa nyungsep kesawah

Beda pula kalau kita nyopir didaerah pedalaman Sulawesi, walaupun sebagian besar jalannya bagus tetapi kalau tidak ingin sport Jantung, siapkan jerigen dengan bensin penuh, karena kita tidak tahu kapan akan menjumpai pom bensin berikutnya.

Hanya enaknya kalau kita bermobil didaerah daerah di wilayah Indonesia kita cukup bermodal dengan atlas SD, dan selanjutnya tanya sana sini pada penduduk dan semuanya akan lancar.

Tapi modal itu tidak cukup kalau dipakai untuk nyopir keliling Eropah. Minimal peta detail Eropah yang tebalnya bisa lebih dari 5 cm harus mendampingi kita, dan kalau tidak ingin mata sakit sebaiknya siapkan pula kaca pembesar untuk melototin peta itu.

Apabila kita ingin jalan jalan di dalam kota besar, sebaiknya ditambah dengan city map yang banyak dijual di warung atau kios. Sebab modal bahasa Inggris tidak menjamin komunikasi menjadi lancar, karena banyak penduduk pedesaan yang tidak mengerti bahasa Inggris. Namun begitu kalau tetap nyasar ditengah kota besar, jangan putus asa, panggil saja taxi, tunjukkan alamatnya …. Dan anda tinggal ngekor dibelakangnya

Hanya yang perlu extra hati hati kalau kita nyopir di Eropa, adalah soal isi mengisi bensin. Karena pada umumnya pom bensin dinegara Eropah adalah self service, baru kemudian bayar kekasir, maka pemilihan selang bensin merupakan moment yang penting. Seorang kawan dari Indonesia yang tinggal di Eropah Timur, mengunjungi temannya di Eropah Barat, ketika berada di pom bensin ternyata salah dalam mengambil selang bensin, sebab dia tidak tahu arti tulisan yang tertera pada box selang, maka dengan menggunakan “ilmu kira kira” dia memilih berdasarkan warna tanpa menanyakan terlebih dahulu kepada sang penjaga. Sehingga mobilnya yang berbahan bakar bensin terisi dengan solar, dan akibatnya bisa kita bayangkan seharian dia berurusan dengan bengkel untuk menguras tangki mobil.

Sedangkan soal setir kiri dan jalan sebelah kanan tidak terlalu menjadi hambatan, adaptasi paling paling sekitar 2 – 3 jam, otak kita kita sudah meng adjust dengan sendirinya, paling banter keliru dalam menyalakan lampu sign yang tempatnya berkebalikan dengan mobil di Jakarta. Maksud hati mau ngasi tanda belok kiri, nggak taunya yang nyamber adalah wiper dikaca depan.

Tetapi kalau ditanya negara mana pengendaranya sopan sopan, pasti banyak orang berpendapat bahwa Jepang lah yang menjadi nomor wahid. Bagaimana tidak, dijalan jalan, kita masih banyak melihat seorang sopir membungkuk bungkukkan badannya hanya karena diberi diberi jalan oleh pengendara lain.

Lampu sign berkedip kanan-kiri secara bersamaan (lampu darurat), ternyata bisa dipakai sebagai alat sopan santun yaitu tanda terima kasih atau minta maaf.

Misalnya seorang pindah jalur dan telah diberi jalan oleh pengendara lain yang dipotong maka ucapan terima kasih dinyatakan dengan menyalakan lampu darurat sebanyak 2 atau 3 kali kedipan. … sejuk rasanya dihati ini….

Apalagi kalau kita masuk ke pom bensin, maka bahwa “pembeli adalah raja” sangat terasa. Bagaimana tidak, begitu kita masuk pom maka seseorang akan memandu kita kelokasi yang tersedia, selanjutnya kita tidak perlu turun dari mobil, semuanya akan berjalan secara otomatis, dari mengisi bensin, lap kaca jendela, buang isi tempat sampah sampai membersihkan tempat putung rokok. Setelah kita menandatangani kartu kredit, kembali seorang memandu mobil sampai kepinggir jalan besar, meminta jalan pada mobil yang lewat dan diakhiri dengan bungkukan ala Jepang….. Arigato gozaimatsu …..

Namun demikian berkat kemajuan teknologi, beberapa tahun terakhir ini, kita tidak lagi perlu membawa peta tebal dengan kaca pembesar, karena dinegara maju saat ini sudah ada navigator (GPS atau global positioning system) baik yang sudah ter “build” dalam mobil itu sendiri atau beli eceran ditoko.

Alat yang dipandu melalui satelit ini sangat pintar. Untuk mencapai tujuan kita diberi alternatif menggunakan toll, jalan biasa atau jalan terpendek. Bahkan dengan berbekal dengan nomor telpon kita dapat mencapai alamat rumah atau tempat yang dituju, yang jaraknya ratusan kilometer …… kita tidak perlu lagi pusing bukan ….?


by Guntoro

Tidak ada komentar: