Keberuntungan dan Inspirasi

Deddy Corbuzier tadi malam menyampaikan kata kata bijak yang entah diambil dari mana :

Keberutungan itu tidak ada.......
Yang ada adalah ketemunya kesempatan dan kemampuan
Oleh karena itu  tingkatkan terukemampuan anda.
Sehingga tiap kali kesempatan datang maka kita mampu memanfaatkan sebaik baiknya.

Sedangkan Maestro pelukis besar Indonesia Affandi (Alm) pernah bicara pada saat diwawancara.

Inspirasi tidak akan datang kepada sembarang orang.
Tetapi dia akan datang kepada orang yang selalu mencari
dan orang yang selalu berusaha
Oleh karena itu inspirasi akan datang kepadanya.

Meningkatkan kemampuan dan selalu berusaha adalah jalan yang terbaik

Es Kopyor Jalan Merak.


Kalau anda memasuki kota Pekalongan, rasanya tidak terlalu sulit mencari alamat ini. Tanya saja letak Kantor Pos, maka disamping kiri itulah letak jalan merak.
Anda Jangan membayangkan sebuah restaurant yang ” patut “ apalagi mewah, Yang ada adalah sebuah warung Es Campur berdampingan dengan warung “Janganan” (Pecel).
Kedua warung ini adalah rumah biasa yang saling bertetangga dan berlokasi dipinggir jalan raya. Dimana diemper rumahnya diberi meja dan bangku panjang yang saling menyambung. Mereka bersinergi dalam mengais rejeki, sebuah per tetanggaan Yang harmonis.

Apa yang istimewanya dari warung ini ???. Es kopyor dan es Durennya.
Kita tidak perlu menunggu haus untuk mampir di warung ini. Karena rasa dan kesegaran yang disajikan tidak membutuhkan itu. Es Kopyor disajikan dalam mangkok besar, butir kopyor tersebar dalam mangkok yang berisi air kelapa muda yang diberi sirup berwarna merah dengan bungkahan es batu yang dipecah dari es balok.
Besaran Es batu yang tidak simetris, warna merah keruh karena air kelapa dan serpihan besar kecil dari Kopyor yang tersebar memenuhi mangkok memang menimbulkan sensasi yang menohok selera kita. Rasanya …???? Hemmm segar dan dan menancap diujung lidah.

Disamping Kopyor sebagai unggulannya maka Es Duren warung ini juga sangat matap. Lihat saja cara menyajikannya. Dengan latar belakang Mangkuk besar berisi es sirup campur duren yang penuh dengan bongkahan es batu, Maka duren diaduk secara kasar dengan sendok. Sehingga hanya sebagian saja duren yang larut kedalam es sirup, selebihnya tercerai berai dalam mangkok.
Bagi pengunjung yang tidak mempersiapkan diri, maka memilih diantara keduanya menjadi sulit pada saat awal pemesanan, karena rasanya memesan keduanya perut tidak memungkinkan.
Nah setelah urusan pemesanan Es selesai maka kalau kita melirik kekanan maka tersaji makan yang sangat cocok dengan es diatas . Yaitu Janganan atau Pecel dan Rujak. Yang apabila dikombinasikan dengan ento ento kacang ( Peyek kacang) . Pasti kombinasi yang akan mengukir dalam memori kita.
Soal harga ????? hee heee kaki lima ( walaupun rasa bintang lima)

Dan jangan lupa , sebelum anda meninggalkan warung itu belilah sekantong Mie Usek yaitu krupuk mie yang digoreng tanpa minyak, tapi digoreng dengan pasir. Sehat dan tanpa kolesterol.

Es Kopyor ??? atau Es Duren ????? sebuah pilihan yang tidak gampang .

by Guntoro

Menengok Monumen Pengkhianatan

Oleh:

Meita Anissanti *)
Pradianto Rahman **)

Bentuk huruf "n" menganalogikan sebuah gerbang menuju masa depan yang cerah. Bentuk "n" juga dimetaforakan sebagai sebuah bingkai yang merangkul perbedaan latar belakang penghuninya dan orang-orang yang diwakilinya. Bhinneka Tunggal Ika. Air yang mengalir menuju kolam adalah perlambang dari manfaat yang diberikan oleh si penghuni kepada bangsa Indonesia.  
Bangunan ini memang dibangun dengan cita rasa yang tinggi. Secara arsitektural, bangunan ini menganut International Style. Ini dapat dilihat dari material utama yang digunakan, seperti kaca, beton, dan baja dengan kontruksi bangunan yang modular. Dalam sejarahnya, langgam ini adalah bagian dari peradaban arsitektur modern yang lahir pasca revolusi industri. Di masa ini, nyaris segalanya diproduksi secara massal demi efisiensi waktu dan biaya. Sementara itu arsitektur bergaya Klasik, Renaisans dan Barok mulai ditinggalkan.
International Style lahir dari sebuah kebutuhan akan banyak bangunan baru sebagai akibat dari kota-kota yang hancur karena Perang Dunia. Teknologi canggih pun banyak ditemukan, mulai dari penemuan elevator sampai kepada konstruksi baja dan beton yang kokoh. Bentuk-bentuk modular dan kubus merupakan bentuk yang seringkali dipilih untuk digunakan karena dianggap paling efisien. Alasan ekonomi inilah yang membuat langgam ini menyebar ke banyak negara lain. Di masa ini pula lahir tokoh-tokoh Arsitek modern seperti Louis Sullivan dengan moto form follow function-nya dan Ludwig Mies van der Rohe yang mendeklarasikan less is more. Salah satu karakteristik yang paling menonjol adalah matinya ornamen-ornamen bangunan dan hanya kecanggihan teknologilah yang mendominasi. Bagaimana pun, Eropa adalah pengecualian. Negara-negara di benua ini lebih memilih untuk mempertahankan unsur historis kotanya.
Gaya yang dipilih bisa jadi sebenarnya meneruskan niat Bung Karno ketika pertama kali merencanakan sebuah gedung CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) di Jakarta - sekarang adalah Gedung Nusantara - untuk pertama kalinya. Bung Karno menyebutkan salah satu kriteria gedung yang dibangun harus menampilkan kegagahan dan kemegahan bangunan agar karya rancang bangun teknisi Indonesia bisa diakui. Kegagahan dan kemegahan bangunan inilah yang diharapkan untuk dapat mengangkat harkat, derajat dan martabat bangsa.
Motivasi penbangunan Gedung DPR kali ini juga agaknya tidak jauh berbeda dengan yang pertama. Kemegahan diharapkan dapat mengangkat citra para anggota dewan. Dalam sebuah teori sosial dikatakan bahwa bangsa yang masih menyimbolkan keberhasilannya dengan benda, barang atau simbol-simbol fisik lainnya dapat digolongkan ke dalam bangsa yang primitif. Jadi semoga saja bukan alasan yang inilah yang melandasi pembangunannya. Apalagi jika keberhasilan yang dimaksud adalah keberhasilan semu.
Mari kita tengok ke aspek yang lebih teknis. Masterplan kawasan gedung DPR yang telah disusun selama 3 tahun terakhir ini dirancang dengan menggunakan kaidah penzoningan publik, semi-publik, dan privat. Artinya, kawasan dibagi berdasarkan tingkat aksesibilitasnya. Semakin ke selatan atau semakin menjauhi pintu masuk, permeabilitasnya semakin kecil atau semakin susah diakses oleh umum. Tidak ada yang salah dengan konsep pembagian daerah ini selama para wakil rakyat ini juga mengoptimalkan wilayah publik yang dimaksudkan untuk berinteraksi dengan rakyat yang diwakilinya.
Aspek lain adalah biaya. Konon kabarnya, rencana pembangunan Gedung DPR itu memakan biaya sampai Rp 1,168 triliun, yang menurut salah seorang aktivis ICW nilai itu setara dengan 12 ribu gedung sekolah. Analisis biaya tentu perlu dilakukan untuk besaran angka tersebut. Yang pasti, luas kantor sebesar 120 meter persegi untuk setiap anggoota dewan (terdiri atas ruang untuk staf ahli dan asisten sebesar 60 meter persegi dan sisanya untuk ruang kerja pribadi wakil rakyat lengkap dengan ruang istirahatnya) jelas memberikan kontribusi besar terhadap tingginya biaya.
Memang benar bahwa ruangan kerja yang terdesain baik, dengan kualitas suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya yang tepat secara psikologis dapat menaikkan performa bekerja sampai dengan 60 persen. Setidaknya bisa mengembalikan waktu kerja yang hilang akibat tingginya absensi anggota dewan dalam sidang. Tapi apa perlunya fasilitas mewah seperti kolam renang, fitness centre, danspa berada disana.
Sebuah argumen tentang pembangunan kolam renang di lantai 36 gedung baru tersebut menyebutkan, bahwa itu bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran dan jika menunggu pemadam kebakaran waktunya tidak akan cukup. Bukannya tidak mungkin, namun untuk sebuah sistem proteksi kebakaran gedung tinggi, efektivitas kolam renang di lantai paling atas ini benar-benar harus dipertanyakan kembali. Jika mengikuti prosedur yang ada, keselamatan penggunaan bangunan seharusnya bisa terjamin dengan integrasi sistem dalam bangunan. Untuk gedung bertingkat tinggi, evakuasi dilakukan melalui tangga-tangga darurat yang bebas hambatan dengan ruang penampung yang dindingnya dibangun dengan material beton. Ini merupakan sistem proteksi kebakaran yang pasif, yaitu mampu menahan perembetan api ke dalam ruangan selama kurang lebih dua jam. Tangga darurat sebisa mungkin juga memiliki akses langsung ke luar bangunan dengan jarak maksimal 30 meter.  Sementara itu, sprinkler-sprinkler pada plafon sudah menyala sejak adanya deteksi asap dan api sambil menunggu pemadam kebakaran datang. Mengenai gambaran distribusi air yang juga belum dijelaskan secara teknis dan rinci, membuat kolam renang yang diusulkan terkesan semakin tidak mendesak. Manfaat kolam renang yang pasti di puncak bangunan adalah untuk berenang-renang dan bersenang-senang ala Marina Bay Sands Hotel, Singapore.
Arsitektur seharusnya lahir dari kebutuhan. Sedangkan sasana wakil rakyat ini, seharusnya pun menjadi tempat bekerja bagi anggota dewan dalam mengemban tugas utamanya, yaitu mewakili dan mempejuangkan aspirasi rakyatnya. Bangunan yang nantinya berdiri ini akan menjadi saksi bisu pengingkaran para wakil rakyat terhadap amanah yang diembannya. Tak berlebihan apabila Mochtar Pabottingi - seorang pengamat politik senior, mengibaratkan gedung baru DPR ini sebagai Monumen Pengkhianatan.


*) Mahasiswi Semester 7 Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Bandung
**) Pengamat, tinggal di Bekasi

Lebaran tahun 2010

Seperti tahun tahun sebelumnya lebaran tahun ini acaranya adalah tunggal yaitu : Pulang kampung.
Seminggu sebelum Lebaran, dirumah sudah lengkap anggota keluarga. Anakku ragil yang masih kuliah dibandung sudah libur dan pulang kerumah. Anakku yang mbarep dan sudah menikah sounding kalau mau joint denganku pulang kampung di Pekalongan.
Jumlah total yang diangkut menjadi 6 orang padahal tahun tahun sebelumnya 5 orang, yaitu Saya, istri dan anak 3 orang. Sejak anak anak masih kecil dan masih jadi penumpang sampai merekalah yang mengemudi jumlahnya selalu konstan yaitu 5 orang. Tapi karena beberapa bulan sebelumnya saya punya anak mantu, jumlahnya menjadi 6 orang
Maka mobil yang berkapasitas 7 orang menjadi tidak cukup, karena  biasanya 2 seat bagian paling belakang dipenhi dengan barang bawaan.
Kalau anak mbarep sama istrinya harus bawa mobil sendiri, kok rasanya nggak ekonomis dan nggak guyub. maka diputuskan untuk membeli tempat barang di atas mobil ( HandiRack ). Jadi dua seat yang tahun sebelumnya menjadi tempat barang, naik pangkat dan dimanfaatkan.
Mobil disiapkan dengan baik karena perjalanan jauh memang perlu kesiapan mesin. olie diganti, peralatan dicek termasuk membawa tambang. barang kali membutuhkan derek menderek.  
Perbekalan juga disiapkan, dari minuman kaleng kalengan sampai chiki chikian.Karena anak pertama dan kedua sudah berpenghasilan, biayapun menjadi ringan masing masig shared terhadap anggaran.
Hari keberangkatan ditetapkan H plus 1 Yaitu jatuh pada hari sabtu tanggal 11 September 2010. Jam 5.00 pagi setelah subuhan. Jadi hari raya kami merayakan dirumah.
Pertimbangan kenapa H plus 1 ???
1.  Bisa menikmati Lontong opor bikinan sendiri. ( bayangkan kalau menu spesial ini ditempat mertamu?)
2.  Hari pertama tidak ada yang dikejar di Pekalongan karena orang tua saya dan orang tua istri yang berasal dari Pekalongan sudah tidak ada semua.
3.  Memberi kesempatan anak dan mantu untuk sungkem di haripertama lebaran ke orang tuanya, yang tinggal di Jakarta.
4.  Jalan darat pasti tidak macet lagi (ini yang paling penting).

Hari keberangkatan tiba, molor satu jam seperti telah diduga sebelumnya. Bertindak sebagai driver adalah anak laki2 pertama dan kedua.
Perjalan sangat lancar, kami berangkat melalui jalur utara yaitu melalui cikampek terus ke pantura. pertimbangannya adalah karena tahun sebelumnya kami melewati jalur selatan, yaitu melewat tol cipularang trus ke sumedang trus ke Cirebon.
Sarapan dan makan siang kami membawa bekal sendiri, karena disamping bersih dan enak, tidak mudah mencari restoran yang layak disepanjang jalan setelah hari raya plus satu.
Menjelang sore hari kami sampai di Pekalongan dengan hati senang dan lega.
Kuhirup udara tanah kelahiran dalam dalam.
Aku bersukur tahun ini aku masih bisa mengunjungi tanah kelahiranku.
Di Pekalongan tanggal 13 September 2010 seorang adik temenku memberiku hadiah sebuah buku karangannya yang susah didapat yaitu : Kamus Bahasa Pekalongan.

Mau pinjam ???? nanti dulu.                                                                                                                                                                                                                          
                                                              

Sebuah Introspeksi Tentang Moralitas Bangsa


Rabu, 31 Maret 


oleh  :
RENALDI ARIFIANTO
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI, FTI USAKTI




INTROSPEKSI diri? Itulah hal yang sepatutnya kita lakukan ditengah terpaan musibah dan kesulitan bertubi-tubi yang tengah menimpa negeri tercinta ini.

Ketika moralitas bangsa  sudah  terkikis, banyak korban  berjatuhan, sementara ratusan ribu bahkan jutaan orang menderita kelaparan. Kita sebagai mahasiswa, yang  notabene menyandang predikat  kaum intelektual, seharusnya ikut memikirkan nasib masyarakat yang ada di sekeliling kita dengan lebih intens. Tidak hanya disibukkan oleh  pergerakan politik dan menjadi  kaum pragmatis semata.

Sadarkah kita bahwa tahun-tahun terakhir ini, kita sebagai bangsa secara bertubi-tubi dihadapkan pada berbagai persoalan yang menghimpit, berbagai macam bencana dan musibah? Padahal, negeri ini masih bergelut dengan permasalahan multidimensional yang mendasar sementara kita melihat belum ada realisasi nyata penyelesaiannya.



Pernahkan terlintas dalam benak kita bahwa sesungguhnya musibah-musibah itu akibat dari ulah kita sendiri? Itulah realita kehidupan yang kita saksikan sehingga mengakibatkan  keterpurukan bangsa ini.

Musibah transportasi misalnya, yang sangat sering terjadi dan telah menelan begitu banyak korban jiwa, seharusnya menjadi sinyalemen kuat betapa bobroknya manajemen negeri ini dan membuat kita bertanya-tanya  bagaimana sebenarnya regulasi transportasi di negeri kita ini dilaksanakan.

Bermula dari kecelakaan laut dengan tenggelamnya kapal Senopati, disusul jatuhnya pesawat Adam Air di laut, terbakar dan tenggelamnya kapal Levina I, kecelakaan kembali pesawat Adam Air, kecelakaan kereta api hingga yang terakhir kecelakaan pesawat milik maskapai terbesar di negeri ini. Dimana tindakan konkrit dan tanggung jawab pemerintah, khususnya Departemen .Perhubungan? Apakah hanya menindaklanjuti isu sesaat yang sedang hangat, dan seperti biasa setelah itu semua kejadian-kejadian itu seolah-olah lenyap ditelan bumi... ??

Ketika kita sedikit demi sedikit membuka lembaran demi lembaran koran beberapa waktu silam, masih hangat dalam ingatan kita tentang beberapa tragedi yang cukup dahsyat. Memang, cobaan itu selalu diberikan untuk seharusnya disadari tentang apa yang sudah kita perbuat. Gelombang Tsunami, gempa bumi, tanah longsor, angin beliung, dan yang tidak kalah menghebohkan adalah banjir yang sebagian besar melanda ibu kota Jakarta dan sekitarnya. Kadang kita tidak habis fikir, sampai kapan dan apa lagi cobaan-cobaan yang akan diberikan oleh-Nya terhadap bangsa ini?

Memang, seiring merambahnya globalisasi di negeri ini, moralitas bangsa ini seakan terkikis seiring dengan berjalannya waktu. Etika peradaban ke-timur-an dan keindahan adat istiadat dan budaya Indonesia saat ini, sudah mulai pudar terkikis oleh ancaman globalisasi. Hal ini dapat mudah kita lihat di lingkungan pergaulan sekitar kita. Tidak perlu jauh-jauh, cukup yang ada di depan mata kita.

Di sisi lain, kita pun masih sering melihat ketidak­-bera­daban manusia terhadap bumi yang ditempatinya sebagai tempat tinggal mereka. Yang memang seharusnya sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaga dan melestarikannya. Akan tetapi apa kenyataannnya? Rupanya pelajaran tentang budi pekerti, akhlak dan agama yang sudah dipelajari sejak duduk di bangku SD hanyalah sia-sia. Realitanya adalah bahwa masyarakat kita masih sedikit yang memang benar-benar sadar dan peduli terhadap lingkungannya.
Mari kita mulai dari sesuatu yang sangat kecil. Masih sedikit sekali masyarakat kita yang membuang sampah pada tempatnya. Atau memang tidak ada fasilitas untuk itu, sehingga musibah banjir pun tidak bisa terelakkan lagi. Rasa saling menghormati pun hanya menjadi sebuah judul pada suatu mata pelajaran budi pekerti, akhlak, maupun agama. Apabila Anda pernah menggunakan bus umum di Jakarta, di situ dapat dilihat bagaimana minimnya kesadaran untuk menghormati maupun bersikap ramah terhadap penumpang yang lainnya.
Asap kendaraan bermotor yang sudah tidak sehat, sudah menjadi pemandangan dan hirupan kita sehari-hari. Kemacetan lalu lintas di setiap sudut ibu kota yang sudah bertahun-tahun terjadi, merupakan salah satu cerminan dari tidak adanya etika disiplin dalam kehidupan bermasyarakat. Tata letak kota yang berantakan juga merupakan suatu gambaran akan prioritas kepentingan individu maupun golongan, dalam hal ini pembangunan gedung-gedung bertingkat misalnya. Hal ini sebenarnya bisa ditolerir jika, pemerintah misalnya, tetap memikirkan tentang unsur tata letak kota yang ideal.

Kemudian ketika kita melihat sesuatu yang lebih besar, harus kita sadari bahwa bangsa ini perlu secara sungguh-sungguh introspeksi. Korupsi sudah bukan merupakan wacana yang menarik untuk dibahas, karena memang sudah menjadi suatu kebudayaan yang melekat pada hampir semua tingkatan. Berbagai macam undang-undang yang dibuat pun seolah-olah hanya untuk mengejar setoran-setoran yang diambil dari duit rakyat. Ini bisa kita lihat seberapa banyak undang-undang dan segala peraturan yang telah dilanggar oleh rakyat, aparat maupun penegak hukum itu sendiri.
Ditengah ancaman krisis multidimensional yang masih melanda negeri ini ditambah lagi dengan cobaan-cobaan yang secara bertubi-tubi kita hadapi, maka sudah selayaknya bangsa ini untuk bertaubat. Bertaubat dalam arti sesungguhnya. Tidak hanya berupa ucapan melainkan perubahan perilaku dan sikap untuk menjadi lebih baik lagi. Marilah kita mulai dari detik ini juga. Marilah kita lakukan sesuatu untuk perubahan negeri tercinta ini kearah yang lebih baik. Sekecil apa pun yang kita perbuat adalah lebih baik dan sangat berarti daripada tidak sama sekali. Karena kita sebenarnya mempunyai peluang yang sama untuk memperbaiki atau menghancurkan negeri ini. 


(Sumber : Fakultas Teknologi industri - USAKTI )